Bentuk dasar ragam hiasnya adalah
seekor anak burung yang baru menetas, menggeleparkan kedua sayapnya yang masih
leman berusaha lepas dari cangkang telurnya. Separuh badan dan kedua kakinya
masih berada dalam cangkang. Ide dasarnya ialah pandangan hidup tentang kemana
jiwa manusia sesudah mati. Disebut motif atau ragam hias karena dalam
perwujudannya tidak pernah berdiri sendiri. Pada bolero batik dan kain batik,
motif tersebut selalu dalam susunan estetis bersama motif dan pola yang lain. Misalnya,
sebagai ceplokan denga latar grising, sebagai selingan motif parang, dalam
bentuk mozaik dengan beberapa motif lain atau berbaur dengan pola nitik.
Diceritakan konon pada permulaan era Islam di Jawa,
ada seseorang seniman yang ingin mendapat jawaban kemana manusia setelah mati.
Di dalam diri seniman tersebut masih merambat akar akar budaya Hindu, sementara
ajaran Islam mulai mempengaruhi pandangan hidupnya. Untuk medapat jawaban yang
memuaskan hatinya. Si seniman melakukan meditasi zikir dan kontemplasi. Dalam khusuknya
berzikir, ia menyebut asma Allah (Allah Huk Akbar, Allah maha besar) dan ketika
hanya tertinggal satu kata “huk” dari mulutnya (dalam puncak zikirnya), dia
melihat seekor burung yang baru mulai menetas, menggeleparkan sayapnya yang
masih leman berusaha melepaskan diri dari cangkangnya namun kakinya masih tetap
berada didalam telur. Ketikan terbangun dari meditasinya ia lalu merunung dan
membuat kesimpulan bahwa kematian hanyalah kerusakan raga namun jiwanya tetap
hidup entah dimana, mungkin mencari raga yang bari atau mungkin mencari Sang
pencipta, Tuhan yang Maha esa. Dari kejadian tersebut terciptalah bentuk seni
yang dinamai burung “huk”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar