Jumat, 30 Mei 2014

Dress Batik Tulis Cantik

Batik tulis merupakan sebuah karya yang mempunyai nilai seni yang tinggi. Cara untuk mengetahui dress batik tulis asli adalah dengan membalik kainnya dan perhatikan sisi kain sebaliknya itu. Dress batik tulis yang asli, sisi dalamnya memiliki motid dan warna yang hampir sama dengan sisi luarnya. Sedangkan tekstil bermotif batik ataupun batik cap, bila diperhatikan motif dan warna sisi dalam berbeda jauh dengan sisi luarnya.
Dress batik tulis harganya jauh lebih mahal dibanding dress batik yang lainnya dan juga mempunyai jumlah yang terbatas. Jangan terlalu senang bila menjumpai batik dengan harga murah. Walaupun harga merupakan hal yang relatif, namun hal yang perlu diperhatikan bila dress batik tulis yang asli harganya jauh lebih mahal daripada kain tekstil bermotif batik. Dress batik tulis diproses secara tradisional menyebabkan biaya pengerjaannya jauh lebih mahal. Lain halnya dengan tekstil bermotif batik, karena prses pengerjaannya dengan mesin membuat harga jualnya menjadi jauh lebih murah.
Kain batik jarang kita temui dalam bentuk kemasan gulungan. Biasanya kain batik dikemas dalam bentuk lipatan atau dibungkus satu persatu atau set.

Dress batik tulis memang memiliki harga yang jauh lebih mahal bila dibandingkan dengan baju batik jenis lainnya. Hal ini dikarenakan pembuatannya yang masih manual menggunakan tangan dan selain itu juga bisa memakan waktu berminggu minggu bahkan berbulan bulan untuk mengerjakakan suatu motif batik tulis yang rumit. Semakin rumit semakin mahal harga dress batik tulis tersebut.

Senin, 19 Mei 2014

Museum Baju Batik

Museum Batik Yogyakarta adalah museum baju batik yang pertama di Jogja. Pendirian museum ini diprakasai oleh Hadi Nugroho, sang pemilik musem. Museum swasta ini terletak di Jalan Dr. Sutomo 13-A Yogyakarta.
Museum ini menyimpan lebih dari 1.200 koleksi berbagai jenis batik yang terdiri dari 500 lembar kain batik tulis, 560 baju batik cap, 124 canting, dan 35 wajan serta bahan pewarna, termasuk malam.
Koleksi museum antara lain baju batik gaya Yogyakarta, Solo, Pekalongan dan gaya tradisional lainnya dalam bentuk kain panjang, sarung, dan sebagainya. Beragam motif juga dijumpai disini, misalnya motif pesisiran, pinggiran, terang bulan dan motif esuk-sore.
Beberapa koleksinya yang terkenal antara lain : kain panjang Soga Jawa (1950-1960), Kain panjang Soga ergan lama, Sarung isen isen antik dan lain lain. Semua koleksi yang ada dalam museum ini diperoleh dari keluarga pendiri museum baju batik di Jogjakarta. Koleki tertua nya adalah batik buatan tahun 1840.
Di museum ini ada tiga ruangan. Di ruang terdepan di pajang bermacam alat membatik. Selanjutnya pengunjung dipandu ke ruang koleksi batik soga Yogya dan Solo. Terakhir pengunjung dapat menikmati koleksi baju batik pesisiran.
Selain museum batik ada juga yang disebut balai batik. Lembaga yang berlokasi di Jalan Kusumanegara ini menyiapkan tenaga dan ruangan khusus bagi kita yang ingin belajar membatik. Biaya yang dikeluarkan bervariasi sesuai durasi kursus yang diinginkan. Kita juga bisa melihat beragam karya baju batik nusantara yang dipamerkan di Balai Batik.

Kamis, 15 Mei 2014

Baju Batik Tancep dari Kulonprogo

Batik Kulon Progo memiliki kekhasan tersendiri sesuai dengan ikon wilayah itu berupa tanaman buah naga. Demikian ungkap pengrajin batik, Kang Giren yang beralamat di Sembungan Gulurejo, Lendah Kulonprogo. Wilayah pesisir Kulon Progo memang pada saat batik ini dibuat merupakan daerah perkebunan buah naga, terutama pantai glagah.
Batik bermotif tanaman buah naga ini dibuat berupa batik tulis dengan warna buah berwarna merah dan daun yang berwarna hijau. Sedangkan ornamentasi lainnya berupa motif galaran. Gaya batik yang ditampilkan adalah baju batik kontemporer.
Salah satu wilayah yang menghasilkan baju batik di kabupaten Gunung Kidul adalah desa Sendangrejo, Tancep, Ngawen, Gunung Kidul. Pembatik setempat menyebut batik nya yaitu baju batik Tancep. Pewarna baju batik banyak menggunakan pewarna alam.
Keunikan dari baju bati tancep adalah pewarna adalah pewarna yang digunakan untuk membatik yakni dengan menggunakan warna alami yang diambil dari alam seperti daun mahoni, biji  jalawe, akar mengkudu, akar akasia, tunjung, daun tom dan lain-lainnya.
Salah satu pengrajin batik tancep adalah kelompok Nur Giri Indah. Produknya berupa batik tulis dan cap kombinasi yang meliputi kain, stola, kemeja, bantalan sofa, taplak, seprei bantal dan guling, sapu tangan dan produk lain seperti souvenir. Pengrajin batik daerah ini awalnya belajar sebagai buruh baju batik di yogyakarta. Kemudian mereka mengembangkan keahlian membatik di wilayahnya sendiri.

Motif batik tancep beraneka ragam. Misalnya motif satwa seperti binatang laut, capung dan lain lain yang terdapat di desa tersebut.

Senin, 12 Mei 2014

Awal Mula Baju Batik Pekalongan

Batik Pekalongan termasuk batik daerah pesisir yang paling kaya akan warna. Sebagaimana khas batik pesisir, ragam hias dan corak nya biasanya bersifat naturalis. Jika dibanding dengan batik pesisir lainnya Batik Pekalongan ini sangat dipengaruhi oleh pendatang dari bangsa Cina dan Belanda. Motif baju batik Pekalongan sangat bebas dan menarik, meskipun terkadang motif nya sama dengan batik solo dan batik jogja, batik Pekalongan seringkali di modifikasi dengan berbagai variasi warna yang cukup menarik. Tak jarang dalam sehelai kain batik Pekalongan terdapat 8 warna yang berani dan kombinasi warna yang dinamis.
Walaupun tidak ada catatan resmi kapan batik secara resmi dikenal di daerah Pekalongan, diduga batik Pekalongan sudah ada semenjak tahun 1800. Hal ini berdasarkan data yang didapat dari Deperindag Pekalongan yang menyebutkan sebuah motif batik yang dibuat pada tahun 1802, misalnya motif pohon kecil pada bahan baju.
Perkembangan batik yang signifikan di Pekalongan diperkirakan terjadi setelah perang besar di tahun 1825-1830 di kerajaan Mataram yang sering disebut dengan perang Diponegoro atau perang Jawa. Dengan terjadinya peperangan ini memaksa keluarga kerajaan meninggalkan Istana dan kemudian mereka menyebar ke arah timur dan barat, dan didaerah baru itulah keluarga kerajaan mengembangkan batik.

Pada daerah timur, batik Solo dan batik Jogja menyempurnakan corak batik yang telah ada di Mojokerto serta Tulungagung hingga menyebar ke Gresik, Surabaya, Madura. Sedangkan yang ke arah barat batik berkembang di daerah Banyumas, Kebumen, Tegal, Cirebon dan Pekalongan. Dengan adanya migrasi ini menyebabkan batik Pekalongan semakin berkembang.

Sabtu, 03 Mei 2014

Motif Kawung untuk baju batik

Motif batik dengan pola kawung yang bentuk kawungnya agak membulat seperti bentuk tubuh kyai Semar disebut juga kawung semar. Dalam pewayangan sering dipakai oleh kyai semar Badranaya. Sering juga disebut kawung kentang karea ukuran tiap bentuknya sebesar umbi kentang lokal. Pola kawung yang sederhana ini didominasi warna putih, kontras dengan garis berwarna gelap yang membingkai motifnya hingga mampu menampilkan keagungan dan kesederhanaan.
Pola kawung yang sarat makna pandangan hidup tersebut termasuk pola batik larangan, bahkan ada yang disakralkan agar orang senantiasa menghormati maknanya. Kawung ini termasuk pola geometris, bentk bujursangkar, selalu disusun dari empat bentuk yang sama dalam susunan simetris. Pada kain baju batik wanita ukuran 105 cm x 250cm terpeta kurang lebih 250 motif kawung semar atau kira kira seribu buah oval bentuk kawung, dan berkembang menjadi berbagai macam jenis kawung yang begitu banyak jumlahnya, beberapa diantaranya:
  • Kawung kemplang, dengan ukuran sebesar kawung kentang dengan variasi isen isen pada bentuk kelimanya untuk lebih memperindah penampilannya. Kawung kemplang ini pernah disakralkan, yakni dipakai utnuk persembahan pada upacara labuhan. Kawung kemplang (dalam bahasa jawa ngemplang berarti tak dapat membayar utang) menyadarkan manusia bahwa dengan cara apapun hingga akhir hidupnya, manusia tidak dapat membalas budi hingga impas segala kebaikan budi dari alam yang telah memberinya lahan kehidupan, dengan air, api, bumi, udara, dan energi, meskipun semua itu atas ijin Allah SWT.
  • Kawung picis, kawung yang diiris iris sehingga bentuknya menjadi kecil kecil. Raam hias sebenarnya sudah sangat tua. Seja k 2000 tahun sebelum masehi, ragam hias inisudah tampil dalam masyarakat Jawa, tetapi baru divisualisasikan pada batik dan dinamai kawung picis sesudah ditemukan alat canting tulis. Kawung picis mengandung makna bahwa kepedihan/ kesusahan itu menjadi ciri lelakon hidup manusia yang sebenarnya selalu imbang dengan rasa senangnya namun yang lebih dirasakan adalah kesusahannya.

Batik dengan motif kawung

Batik telah dikreasikan kedalam berbagai jenis busana baik busana resmi maupun tidak resmi. Salah satu kreasi batik adalah daster batik. Batik dengan jenis daster ini memiliki beragam jenis model dan motif. Motif batik yang cukup terkenal adalah motif batik kawung. Ragam hias kawung merupakan bentuk yang ditiru dari biji kawung, yaitu biji buah siwalan yang dibelah melintang. Bentuk pola kawung adalah babon atau induk dari estetis kawung yaitu bentuk yang paling mirip dengan bentuk biji buah pohon enau atau pohon tal, sehingga disebut kawung saja.
Ide dasar pola kawung adalah simbolisasi dari konsep pancapat. Pelahiran bentuk simboliknya bersifat filosofis. Bentuk simbolik tersebut disusun dari bentuk dasar dan tekstur tekstus sederhana, yang selalu melambangkan jumlah empat (empat bentuk yang sama) dan satu bentuk kelima (berbentuk lain) sebagai pusat atau intinya. Pancapat merupakan kehidupan, peraturan kenegaraan, politik, ekonomi, dan lain lain seperti yang terurai berikut ini.
1.       Klabat papat lima pancer, artinya dimanapun kita menyebut empat penjuru angin (kiblat) manusia selalu berada ditengah tengah.
2.       Sedulur papat lima pancer. Suatu pandangan hibup tradisional, bahwa keketika bayi dilahirkan akan selalu bersama dengan empat saudar kembarnya yang berwujud darah merah, air ketuban, ari-ari (plasenta), dan puput puser yang diyakini akan saling mempengaruhi hingga usia tertentu.

3.       Catur Ubhaya (empat ikrar menjalani kehidupan). Suatu kearifan tradisional, bahwa semua manusia yang dititah lahir sebagai makhluk hidup, pada umumnya akan sanggup menjalani empat ikrar, yakni lahir, birahi, palakrama (pernikahan), dan pralaya (mati). Bentuk yang kelima adalah simbol manusianya.

Jumat, 02 Mei 2014

Motif batik burung garuda

Bentuk dasar motif ini adalah seekor burung garuda yang dilihat tepat dari belakang sehingga kepala burung tidak tampak, dideformasi dan distilasi untuk keindahan dan toleransi terhadap ajaran Islami. Motif ini merupakan motif khas gamis batik yang paling banyak dikenal.
Bentuk simbolik gurda diilhami oleh mitos Hinduisme, yaitu burung garuda kendaraan dewa wisnu, sang pemelihara yang bijaksana, namun ditampilkan dengan nuansa Islami (bentuk  makhluk hidup ditampilkan dengan cara disamarkan).

Bentuk dasarnya terdiri dari tiga hal. Yang pertama adalah sepasang sayap mengembang yang ditata sama dan simetris. Masing masing sayap bersap dua sampai lima, tiap bulunya diisi dengan isen-isen sawut. Yang kedua adalah ekor burung yang sedang mengembang, bulu ekornya berjmlah ganjil, tiga sampai tujuh helai, diisi dengan isen isen sawut, tersusun seperti bentuk kerucut secara vertikal. Yang ketiga adalah bentuk abstraktif-simbolik dari isi raga burung atau manusia, yang digambarkan seperti garis kontur bersap sap. Terletak di bawah ekor, simbol dari isi kepala tembolok, isi perut burung, hingga bagian pembuangan. Terdapat bentuk simbolik dari konsep sembilan lorong energi manusia yang iasa disebut hawa sanga. Semua itu dideformasi dan distilasi untuj keindahan. Jadi sebenarnya rincian burung ini relatif komplit, hanya pengejawantahannya disesuaikan dengan ajaran Islam  yang melarang menggambarkan makhluk bernyawa. Secara keseluruhan bentuk garuda yang terdapat pada kain batik merupakan simbol keperkasaan, ketabahan, dan sikap melindungi yang dilandasi oleh kebijaksanaan.

Kamis, 01 Mei 2014

motif batik burung huk



Bentuk dasar ragam hiasnya adalah seekor anak burung yang baru menetas, menggeleparkan kedua sayapnya yang masih leman berusaha lepas dari cangkang telurnya. Separuh badan dan kedua kakinya masih berada dalam cangkang. Ide dasarnya ialah pandangan hidup tentang kemana jiwa manusia sesudah mati. Disebut motif atau ragam hias karena dalam perwujudannya tidak pernah berdiri sendiri. Pada bolero batik dan kain batik, motif tersebut selalu dalam susunan estetis bersama motif dan pola yang lain. Misalnya, sebagai ceplokan denga latar grising, sebagai selingan motif parang, dalam bentuk mozaik dengan beberapa motif lain atau berbaur dengan pola nitik.
Diceritakan konon pada permulaan era Islam di Jawa, ada seseorang seniman yang ingin mendapat jawaban kemana manusia setelah mati. Di dalam diri seniman tersebut masih merambat akar akar budaya Hindu, sementara ajaran Islam mulai mempengaruhi pandangan hidupnya. Untuk medapat jawaban yang memuaskan hatinya. Si seniman melakukan meditasi zikir dan kontemplasi. Dalam khusuknya berzikir, ia menyebut asma Allah (Allah Huk Akbar, Allah maha besar) dan ketika hanya tertinggal satu kata “huk” dari mulutnya (dalam puncak zikirnya), dia melihat seekor burung yang baru mulai menetas, menggeleparkan sayapnya yang masih leman berusaha melepaskan diri dari cangkangnya namun kakinya masih tetap berada didalam telur. Ketikan terbangun dari meditasinya ia lalu merunung dan membuat kesimpulan bahwa kematian hanyalah kerusakan raga namun jiwanya tetap hidup entah dimana, mungkin mencari raga yang bari atau mungkin mencari Sang pencipta, Tuhan yang Maha esa. Dari kejadian tersebut terciptalah bentuk seni yang dinamai burung “huk”

Bentuk filosofis dalam Seni Batik



Batik dalam konsepsi kejawen lebih banyak berisikan konsepsi konsepsi spiritual yang terwujud dalam bentuk simbol filosofis. Maksudnya erat dengan makna makna simbolis. Misalnya seperti motif burung garuda pada dress batik klasik atau tradisional. Sinjangan yang bermotif garuda sebenarnya bermula dari bentuk  burung garuda. Burung ini telah dipakai sebagai lambang pada masa purna Indonesia. Hal ini muncul pada panji panji sebagai lambang kendaraan menuju surga, misalnya pada candi candi dieng. Sedangkan ada perkembangan Hindu selanjutnya, terutama di Jawa Timur, burung garuda merupakan kendaraan dewa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada tempo dulu motif garuda atau garuda ini digunakan oleh para priagung keraton atau kerajaan. Motif Garuda ini berubah saat Islam masuk, menjadi bentuk sayap atau Lar. Komposisi pengaturan daa penebaran pada sinjangan pun semakin terlihat bagus.
Sementara itu, munculnya Islam memberikan kematangan penciptaan bentuk bentuk yang ornamentis yang hingga saat ini djadikan kaidah pola pnciptaan batik dan sen batik. Misalnya motif parang yang dikombinasikan dengan berbagai bentuk lar sert pewarnaan yan modern menjadikan batik injangan tetap lestari. Disisi lain perkembangan daerah Lasem, Bayat, pekalongan, Wonogiri, atau daerah lainnyan bermuara pada seni batik yang dipengaruhi Islam. Gaya ornamentis pohon beringin, rumah, motif manusia dan gunungan mahameru ditebarkan sedemikian rupa pada kain batik yang bergaya ornamentis sehingga menjadi motif semen. Akan tetapi, gaya tersebut tiak meninggalkan pola pola lama yang bersifat purbakala, seperti kawung dan hiasan permadani 9yang terdapat pada cani) yang digubah menjadi motif trntum seperti sekarang ini.

Blus batik Keraton



Batik keraton ditemukan di Yogyakarta dan Solo. Motif seni batik keraton memiliki arti filosofis dan sarat akan makna kehidupan. Blus batik untuk keraton gambarnya rumit dan halus, serta hanya memiliki beberapa warna. Misal warna biru, kuning muda, atau putih. Motif kuno keraton seperti pola panji (pola yang berasal dari abad ke 14), kawung yang diciptakan oleh Sultan Agung (1613-1645) dan parang serta motif anyaman seperti tirta teja.
Motif batik yang diperuntukkan bagi raja dan keturunannya di lingkungan istana memiliki ciri khas tersendiri, misal motif lereng atau parang merupakan ciri khas batik mataram. Sejarahnya dimulai dari berdirinya kerajaan Mataram Islam oleh Panembahan Senopati. Setelah memindahkan pussat kerajaan dari pajang ke Mataram, beliau sering melakukan tapa brata di sepanjang Pesisir selatan, menyisir pantai parang kusuma ke Dlepih Parang Gupita, Sang Raja menelusuri tebing  pegunungan seribu yang tampak seperti pereng atau tebing berbaris. Sebagai seseorang yang menguasai seni tempat pengembaraan itu mnegilhami karya cipta motif batik lereng atau parang. Karena penciptanya adalah pendiri mataram maka hak eksklusif diberikan hanya bagi raja dan keturunannya. Rakyat dilarang menggunakan motif ini. Larangan ini awalnya dicanangkan oleh Sri Sltan HB I pada tahun 1785, yang antara lain termasuk kain motif parang rusak barong. Terakhir, Sri Sultan HB VIII menetapkan reisi larangan dengan membat Pranatan Dalem Namanipun Pengangge Keprabon ing Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat. Yang dimuat dalam Rijksblad van Djokjakarta No 19 tahun 1972. Pranatan ini sampai sekarang tidak diperbahurui, tetapi mnjai semacam pranatan tak tertulis an kemudian menjadi tradisi di lingkungan keraton.
Batik tradisional tetap mempertahankan oraknya an masih dipakai dalam upacara adat karena masing masing corak memiliki perlambang dan nilai filosofis tersendiri. Blus batik saat ini juga telah berkembang dan dipakai dalam berbagai jenis baju, yang paling banyak dipergunakan adalah jenis blus batik karena baju jenis ini banyak dipakai kaum wanita untuk pergi kekantor