Minggu, 22 Juni 2014

Baju Batik Geometri Kontemporer

Baju batik merupakan warisan seni budaya tradisional bangsa Indonesia yang telah diwariskan secara turun temurun dalam seni baju batik masyarakat Jawa. Dalam perkembangannya muncul baju batik fraktal yang merupakan sebuah bentuk dari karya seni yang lahir dari pertumbuhan lanjutan dari geometri kontemporer. Baik motif batik maupun geometri kontemporer sama sama berbicara mengenai satu hal yang sama yaitu “pengisian ruang yang kosong” dalam sebuah bidang dua dimensi yang telah  dibuat secara jenis generatif dan jenis iteratif. Dikatakan generatif karena bisa dilakukan konstruksi secara berulang dengan teknik yang sama persis, dan dikatakan iteratif karena dilakukan dengan cara yang mirip secara berulang kali.
Baju batik fraktal itu dengan batik pada umumnya memiliki perbedaan yang terletak pada segi teknis dan cara pembuatan motif baju batik yang menggunakan komputer. Disisi lain sebuah proses pembuatan motif pada baju batik tradisional yang menggunakan canting dalam proses pembuatan sedangkan pada pembuatan motif pada baju batik fraktal menggunakan software khusus saat membuat desain motif untuk berbagai dan bermacam jenis motif baju batik batik.
Baju batik fraktal adalah sebuah bentuk pembuatan motif yang mengambil akar dari tradisi Indonesia dan memadukan tradisi tersebut dengan tradisi matematika barat yang kemudian dilakukan secara komputasional menggunakan software komputer.

Dengan adanya baju batik fraktal ini membuat berbagai motif baju batik yang baru bermunculan dan menambah wawasan dalam dunia seni batik. Batik fraktal ini bisa dikatakan sebagai sebuah kemajuan dalam pembuatan motif baju batik yang akan menambah jenis bati yang telah beredar dan membuat sebuah motif lebih cepat untuk diciptakan. Batik fraktal ini dapat diperdebatkan keberadaannya karena seni membatik adalah dengan menggunakan tangan manusia tanpa menggunakan bantuan komputer. Tetapi satu hal yang pasti batik yang terbaik adalah batik yang dibuat menggunakan alat alat yang telah tersedia dari jaman dahulu dan menggunakan tangan manusia dalam pembuatan motif batik

Senin, 09 Juni 2014

Baju Batik Yogyakarta dan Solo

Pedagang dan pengrajin baju batik pada masa lalu banyak dilakoni oleh kaum perempuan. Kaum perempuan sangat menguasai cara membuat baju batik tulis. Selain sebagai bahan sandang, baju batik juga merupakan karya seni yang bernilai tinggi. Pilihan motif dan cara membuatnya lebih sebagai karya seni.
Lalu sejak kapan kah kaum pria terlibat dalam urusan membatik? Di daerah pesisir Jawa, pekerjaan membuat batik tulis justru dikerjakan oleh kaum pria. Baju batik yang dihasilkan oleh kaum pria ini dipandang memiliki sentuhan maskulin, misalnya contoh kemaskulinannya dapat dilihat pada corak baju batik mega mendung.

Kerajinan baju batik yang menyebar dihampir semua daerah di Pulau Jawa menyebabkan masing-masing daerah memiliki motif baju batik dengan ciri khasnya masing masing. Daerah Yogyakarta dan Solo, yang hanya terisah jarak sekitar 60 kilo meter saja memiliki ciri baju batiknya sendiri sendiri. Kalau ditelusuri ke belakang, aan sampai pada perjanjian Giyanti 12 Februari 1755, yang membagi Kerajaan Mataram Islam menjadi Kasunanan Surakarta dan Kasunanan Yogyakarta. Kasultanan Surakarta dipimpin oleh Pakubuwono III, sedangkan Kasultanan Yogyakarta dipimpin oleh Pangeran Mangkubumi. Pangeran Mangkubumi mendapat nama baru dengan gelar Sri Sultan Hamengkubuwono I. Susuhunan Pakubuwono III dari Kasunanan Surakarta memilih latar sogan dan cenderung gelap untuk kain batiknya, sedangkan Sri Sultan Hamengkubuwono I dari Yogyakarta memilih latar putih sebagai warna dasar kain batiknya.